CERITA RAKYAT SAMBAS: Kisah 3 Bajak Laut Dan Asal Usul Penamaan Tanjung Datok
misterpangalayo.com - Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa.
Cerita yang saya tulis kali ini adalah sebuah cerita rakyat dari Kalimantan Barat tepatnya Kabupaten Sambas. Cara penyajian yang menarik dan penggunaan bahasa yang sederhana membuat tulisan ini pantas dibaca oleh anak-anak, orang tua, bahkan oleh para guru, dan siapa saja yang berminat pada cerita rakyat Indonesia, khususnya di Kabupaten Sambas.
Inilah cerita singkatnya....
Tanjung Datok terletak di perbatasan antara daerah Kalimantan Barat dengan daerah Serawak (Malaysia Timur sekarang). Tanjung ini dinamai Tanjung Datok, karena pada zaman dahulu di daerah ini hidup seorang tua yang sakti dan berilmu tinggi. Meskipun umurnya sudah tua dan rambut serta jenggotnya sudah memutih, tetapi ia mempunyai kekuatan dan kesaktian yang luar biasa.
Pada zaman dahulu kawasan sekitar Tanjung Datok ini tidak aman. Daerah ini merupakan sarang dari bajak laut (perompak lanun). Kapal-kapal dagang maupun penumpang yang lewat di daerah ini haruslah mempunyai pengawalan yang cukup kuat. Jika tidak, kapal-kapal tersebut pastilah menjadi mangsa para perampok itu.
Sekali peristiwa, sebuah kapal dari bajak laut dilanda angin ribut di daerah ini. Dalam keadaan sedang dilanda angin ribut, kapal itu juga terbakar dengan hebatnya. Mungkin juga karena kecerobohan dari anggota-anggota bajak laut itu sendiri. Karena musibah tersebut kapal itu tenggelam ke dasar laut. Hanya tiga orang saja dari anggota bajak laut yang selamat.
Anggota-anggota yang lainnya tenggelam bersama kapal mereka. Beberapa di antaranya menjadi mangsa ikan hiu yang mengganas di daerah itu. Ketiga anggota bajak laut yang selamat terdampar ke pantai ini, masing-masing bemama Liong, Tek Wan, dan Asui. Tetapi mereka tidaklah terdampar di tempat yang sama. Liong dan Tek Wan terdampar di daerah Serawak, sedangkan si Asui terdampar di wilayah Kerajaan Sambas - Kalimantan Barat, tidak jauh dari Gunung Poteng.
Karena merasa lapar dan haus, si Asui berjalan masuk ke hutan yang terdapat di sekitar daerah itu. la makan buah-buahan hutan yang ia dapatkan untuk mengisi perutnya yang sedang lapar. la juga memotong bambu untuk mendapatkan air tawar yang terdapat dalam ruas bambu tersebut. Kemudian berusaha untuk mendapatkan perkampungan penduduk atau pondok petani.
Akhirnya dalam keadaan letih lesu, ia mendekati gunung Poteng. Hampir mendekati puncak, tiba-tiba ia melihat ada asap api. ''Aku akan bertemu penduduk dan akan mendapat pertolongan", pikirnya. Ia berjalan mengikuti arah dari mana datangnya asap api tersebut.
Setelah ia mendekat, rupanya asap api itu keluar dari dalam sebuah gua. Gua itu cukup luas. Ia masuk ke dalam gua. Di sana ia bertemu dengan seorang tua yang rambutnya telah memutih, demikian pula jenggotnya. Orang tua itu sedang duduk di atas sebuah batu. Orang tua itu tahu akan kedatangan tamu yang tidak diundang. Tapi meskipun ia sudah mengetahui asal-usul si Asui lewat ilmunya yang tinggi, ia menyapa si Asui dengan ramahnya. Asui berbohong, dan mengatakan bahwa ia berasal dari sebuah kapal dagang yang tenggelam di perairan itu.
Orang tua itu manggut-manggut, dan berkata: "Anak muda, kalau kamu mau. tinggallah bersama Datok di sini".
"Yaaaa. Datok. saya suka." kata Asui sambil mencibirkan bibirnya memandang rendah pada datok tua itu. Tapi orang tua itu tidak hiraukan. Ia biasa-biasa saja.
Demikianlah si Asui tinggal bersama orang tua itu dalam waktu beberapa lama. Si Asui makan minum seenaknya tanpa mau berkarya. la hanya makan tidur, kemudian berjalan-jalan di gunung itu.
Pada suatu malam timbul niat jahat di benak si Asui. Sifat-sifat bajak laut yang tidak berperikemanusiaan muncul kembali. "Akan kubunuh saja orang tua ini, supaya aku dapat mengambil barang segala miliknya. Kemudian aku akan pergi." Demikian niat yang timbul dalam pikiran si Asui.
Malam itu, ketika sang Datok sedang tidur, si Asui langsung mengambil parang dan mendekat pada datok yang sedang tidur itu. Ketika ia mengayunkan parang ke leher si Datok, orang tua itu terbangun, dan cepat seperti kilat kakinya menendang perut si Asui. Bajak laut Asui terguling-guling keluar gua. Dua buah tulang rusuknya patah. Sedangkan parang yang ada di tangannya terlepas entah ke mana. Keesokan harinya Asui minta ampun pada orang tua itu. Sang Datok mengampuninya, dan Asui berjanji tidak akan mengkhianati Datok. Asui masih tetap bersamanya.
Pada suatu hari, sang Datok bersama Asui pergi berjalan-jalan. Mereka menemukan buah durian tiga buah. Buah durian itu mereka bawa pulang ke gua. Di gua, Datok membagi durian itu sambil berkata: 'Ini sebuah yang paling besar untukmu Asui. Yang sebuah ini untukku. Sebuah lagi kita simpan". Asui diam saia. Ia langsung membelah duriannya. Dalam tempo singkat duriannya hanya tinggal kulitnya yang berduri itu. Biji durian itu habis dikunyah atau ditelannya. Tengan malam, ketika sang Datok sedang tidur, diam-diam Asui mengambil buah durian yang disimpan si Datok. Buah durian itupun habis dilalapnya. Kulitnya dibuang jauh-jauh.
Keesokan harinya Datok mencari buah durian itu. Ia menanyai si Asui. Asui mengatakan tidak tahu. Sang Datok memperlihatkan kesaktiannya menciptakan buah-buahan. Maksudnya agar si Asui mau mengaku dan tidak berbohong. Tetapi ketika ditanyai lagi, Asui tetap mengatakan tidak tahu. "Baiklah," kita si Datok.
Keesokan harinya, pada suatu kesempatan, sang Datok berkata kepada si Asui: "Asui", katanya. "Saya mempunyai sebatang emas murni". Mendengar kata emas itu mata si Asui bersinar-sinar. Kemudian si Datok melanjutkan: "Emas ini akan saya bagi tiga dengan cara memotongnya tiga bagian. Sepotong saya berikan kepadamu, dan sepotong Iagi untuk saya."
Si Asui menyela. "Lalu yang sepotong lagi untuk siapa?"
"Untuk orang yang mencuri buah durian itu", jawab sang Datok.
Dengan cepat si Asui berseru: "Sayalah yang mengambil buah durian itu. Berikanlah emas yang sepotong itu kepada saya".
Si Datok mulai jengkel dengan tingkah laku Asui yang jahat dan pembohong itu. Ia ingin agar si Asui segera pergi dari tempat itu. Oleh karena itu, si Datok lalu berkata: "Aku akan berikan semua emas itu kepadamu bila engkau akan meninggalkan tempat ini. Emas itu dapat menjadi bekalmu di perjalanan."
"Besok saya akan berangkat dari sini, kata si Asui. Keesokan harinya ia benar-benar berangkat. Dan si Datok memberikan emas itu semuanya kepada Asui. Bukan main girangnya hati Asui mendapatkan emas itu. Ia pegi tanpa mengucapkan terima kasih kepada sang Datok.
Setelah keluar dari gua itu, ia menuruni gunung Poteng, dan berjalan menuju arah utara ke daerah Paloh sekarang. Ketika ia tiba di ujung tanjung, ia bertemu dengan kedua temannya, si Liong dan si Tek Wan. Mereka berkawan kembali.
Tetapi ketika si Liong dan Tek Wan mengetahui bahwa Asui membawa emas, mereka memaksa Asui untuk membagi emas itu. Karna takut kepada Liong dan Tek Wan. Asui berjanji akan membagi emas tersebut.
Akhirnya Asui mendapat suatu akal agar emas itu tidak dibagi. Ia berpura-pura pergi membeli makanan untuk bertiga.
Dalam hatinya ia bertekad: "Sebaiknya makanan ini saya bubuhkan racun. Biarkan mereka makan duluan. Begitu mereka makan, mereka langsung mati, karena racun yang dibubuhi itu racun yang keras.
Sebaliknya, ketika Asui sedang pergi membeli makanan, Liong dan Tek Wan menyusun rencana. Mereka telah mufakat, begitu Asui datang langsung mereka bunuh. Dengan demikian emas itu mereka miliki berdua.
Demikianlah ketika Asui tiba dari membeli makanan, langsung mereka serang dan mereka bunuh. Asui mati terkapar. Liong dan Tak Wen tertawa terbahak-bahak, karena mereka akan memiliki emas itu.
Kemudan mereka melahap makanan yang dibawa oleh si Asui. Belum sempat habis makanan tersebut, Liong dan Tek Wan pun mati terkapar di tempat itu karena makan racun yang berbisa yang dibubuhkan oleh si Asui. Ketiga bajak laut itu semuanya mati karena rakus harta. Tinggallah emas itu di tempat tersebut menjadi harta karun. Hingga sekarang tidak ada di antara penduduk yang mendapatkannya.
Menurut penuturan orang-orang tua, sang Datok yang tidak diketahui namanya, sering membela petani dan nelayan di daerah itu dari serangan bajak laut. Selama orang tua itu masih hidup, tidak ada bajak laut yang berani mengganggu penduduk di daerah Tanjung itu. Itulah sebabnya tanjung tersebut dinamai "TANJUNG DATUK" oleh penduduk.
Pada zaman dahulu kawasan sekitar Tanjung Datok ini tidak aman. Daerah ini merupakan sarang dari bajak laut (perompak lanun). Kapal-kapal dagang maupun penumpang yang lewat di daerah ini haruslah mempunyai pengawalan yang cukup kuat. Jika tidak, kapal-kapal tersebut pastilah menjadi mangsa para perampok itu.
Sekali peristiwa, sebuah kapal dari bajak laut dilanda angin ribut di daerah ini. Dalam keadaan sedang dilanda angin ribut, kapal itu juga terbakar dengan hebatnya. Mungkin juga karena kecerobohan dari anggota-anggota bajak laut itu sendiri. Karena musibah tersebut kapal itu tenggelam ke dasar laut. Hanya tiga orang saja dari anggota bajak laut yang selamat.
Anggota-anggota yang lainnya tenggelam bersama kapal mereka. Beberapa di antaranya menjadi mangsa ikan hiu yang mengganas di daerah itu. Ketiga anggota bajak laut yang selamat terdampar ke pantai ini, masing-masing bemama Liong, Tek Wan, dan Asui. Tetapi mereka tidaklah terdampar di tempat yang sama. Liong dan Tek Wan terdampar di daerah Serawak, sedangkan si Asui terdampar di wilayah Kerajaan Sambas - Kalimantan Barat, tidak jauh dari Gunung Poteng.
Karena merasa lapar dan haus, si Asui berjalan masuk ke hutan yang terdapat di sekitar daerah itu. la makan buah-buahan hutan yang ia dapatkan untuk mengisi perutnya yang sedang lapar. la juga memotong bambu untuk mendapatkan air tawar yang terdapat dalam ruas bambu tersebut. Kemudian berusaha untuk mendapatkan perkampungan penduduk atau pondok petani.
Akhirnya dalam keadaan letih lesu, ia mendekati gunung Poteng. Hampir mendekati puncak, tiba-tiba ia melihat ada asap api. ''Aku akan bertemu penduduk dan akan mendapat pertolongan", pikirnya. Ia berjalan mengikuti arah dari mana datangnya asap api tersebut.
Setelah ia mendekat, rupanya asap api itu keluar dari dalam sebuah gua. Gua itu cukup luas. Ia masuk ke dalam gua. Di sana ia bertemu dengan seorang tua yang rambutnya telah memutih, demikian pula jenggotnya. Orang tua itu sedang duduk di atas sebuah batu. Orang tua itu tahu akan kedatangan tamu yang tidak diundang. Tapi meskipun ia sudah mengetahui asal-usul si Asui lewat ilmunya yang tinggi, ia menyapa si Asui dengan ramahnya. Asui berbohong, dan mengatakan bahwa ia berasal dari sebuah kapal dagang yang tenggelam di perairan itu.
Orang tua itu manggut-manggut, dan berkata: "Anak muda, kalau kamu mau. tinggallah bersama Datok di sini".
"Yaaaa. Datok. saya suka." kata Asui sambil mencibirkan bibirnya memandang rendah pada datok tua itu. Tapi orang tua itu tidak hiraukan. Ia biasa-biasa saja.
Demikianlah si Asui tinggal bersama orang tua itu dalam waktu beberapa lama. Si Asui makan minum seenaknya tanpa mau berkarya. la hanya makan tidur, kemudian berjalan-jalan di gunung itu.
Pada suatu malam timbul niat jahat di benak si Asui. Sifat-sifat bajak laut yang tidak berperikemanusiaan muncul kembali. "Akan kubunuh saja orang tua ini, supaya aku dapat mengambil barang segala miliknya. Kemudian aku akan pergi." Demikian niat yang timbul dalam pikiran si Asui.
Malam itu, ketika sang Datok sedang tidur, si Asui langsung mengambil parang dan mendekat pada datok yang sedang tidur itu. Ketika ia mengayunkan parang ke leher si Datok, orang tua itu terbangun, dan cepat seperti kilat kakinya menendang perut si Asui. Bajak laut Asui terguling-guling keluar gua. Dua buah tulang rusuknya patah. Sedangkan parang yang ada di tangannya terlepas entah ke mana. Keesokan harinya Asui minta ampun pada orang tua itu. Sang Datok mengampuninya, dan Asui berjanji tidak akan mengkhianati Datok. Asui masih tetap bersamanya.
Pada suatu hari, sang Datok bersama Asui pergi berjalan-jalan. Mereka menemukan buah durian tiga buah. Buah durian itu mereka bawa pulang ke gua. Di gua, Datok membagi durian itu sambil berkata: 'Ini sebuah yang paling besar untukmu Asui. Yang sebuah ini untukku. Sebuah lagi kita simpan". Asui diam saia. Ia langsung membelah duriannya. Dalam tempo singkat duriannya hanya tinggal kulitnya yang berduri itu. Biji durian itu habis dikunyah atau ditelannya. Tengan malam, ketika sang Datok sedang tidur, diam-diam Asui mengambil buah durian yang disimpan si Datok. Buah durian itupun habis dilalapnya. Kulitnya dibuang jauh-jauh.
Keesokan harinya Datok mencari buah durian itu. Ia menanyai si Asui. Asui mengatakan tidak tahu. Sang Datok memperlihatkan kesaktiannya menciptakan buah-buahan. Maksudnya agar si Asui mau mengaku dan tidak berbohong. Tetapi ketika ditanyai lagi, Asui tetap mengatakan tidak tahu. "Baiklah," kita si Datok.
Keesokan harinya, pada suatu kesempatan, sang Datok berkata kepada si Asui: "Asui", katanya. "Saya mempunyai sebatang emas murni". Mendengar kata emas itu mata si Asui bersinar-sinar. Kemudian si Datok melanjutkan: "Emas ini akan saya bagi tiga dengan cara memotongnya tiga bagian. Sepotong saya berikan kepadamu, dan sepotong Iagi untuk saya."
Si Asui menyela. "Lalu yang sepotong lagi untuk siapa?"
"Untuk orang yang mencuri buah durian itu", jawab sang Datok.
Dengan cepat si Asui berseru: "Sayalah yang mengambil buah durian itu. Berikanlah emas yang sepotong itu kepada saya".
Si Datok mulai jengkel dengan tingkah laku Asui yang jahat dan pembohong itu. Ia ingin agar si Asui segera pergi dari tempat itu. Oleh karena itu, si Datok lalu berkata: "Aku akan berikan semua emas itu kepadamu bila engkau akan meninggalkan tempat ini. Emas itu dapat menjadi bekalmu di perjalanan."
"Besok saya akan berangkat dari sini, kata si Asui. Keesokan harinya ia benar-benar berangkat. Dan si Datok memberikan emas itu semuanya kepada Asui. Bukan main girangnya hati Asui mendapatkan emas itu. Ia pegi tanpa mengucapkan terima kasih kepada sang Datok.
Setelah keluar dari gua itu, ia menuruni gunung Poteng, dan berjalan menuju arah utara ke daerah Paloh sekarang. Ketika ia tiba di ujung tanjung, ia bertemu dengan kedua temannya, si Liong dan si Tek Wan. Mereka berkawan kembali.
Tetapi ketika si Liong dan Tek Wan mengetahui bahwa Asui membawa emas, mereka memaksa Asui untuk membagi emas itu. Karna takut kepada Liong dan Tek Wan. Asui berjanji akan membagi emas tersebut.
Akhirnya Asui mendapat suatu akal agar emas itu tidak dibagi. Ia berpura-pura pergi membeli makanan untuk bertiga.
Dalam hatinya ia bertekad: "Sebaiknya makanan ini saya bubuhkan racun. Biarkan mereka makan duluan. Begitu mereka makan, mereka langsung mati, karena racun yang dibubuhi itu racun yang keras.
Sebaliknya, ketika Asui sedang pergi membeli makanan, Liong dan Tek Wan menyusun rencana. Mereka telah mufakat, begitu Asui datang langsung mereka bunuh. Dengan demikian emas itu mereka miliki berdua.
Demikianlah ketika Asui tiba dari membeli makanan, langsung mereka serang dan mereka bunuh. Asui mati terkapar. Liong dan Tak Wen tertawa terbahak-bahak, karena mereka akan memiliki emas itu.
Kemudan mereka melahap makanan yang dibawa oleh si Asui. Belum sempat habis makanan tersebut, Liong dan Tek Wan pun mati terkapar di tempat itu karena makan racun yang berbisa yang dibubuhkan oleh si Asui. Ketiga bajak laut itu semuanya mati karena rakus harta. Tinggallah emas itu di tempat tersebut menjadi harta karun. Hingga sekarang tidak ada di antara penduduk yang mendapatkannya.
Menurut penuturan orang-orang tua, sang Datok yang tidak diketahui namanya, sering membela petani dan nelayan di daerah itu dari serangan bajak laut. Selama orang tua itu masih hidup, tidak ada bajak laut yang berani mengganggu penduduk di daerah Tanjung itu. Itulah sebabnya tanjung tersebut dinamai "TANJUNG DATUK" oleh penduduk.
"Cerita Rakyat Dari Kalimantan Barat Jilid 2" oleh Syahzaman
Pesan Moral yang terkandung dalam cerita di atas adalah kita tidak boleh jadi orang yang suka berbohong karena sifat pembohong itu tidak baik. Cerita ini memberikan pembelajaran kepada kita agar tidak berkelakuan buruk seperti si Asui dan kawannya itu. Kita juga tidak boleh tamak dan loba terhadap harta karena tamak akan harta dapat menimbulkan bala bencana. Kita boleh mengumpulkan harta, tetapi tidak boleh serakah seperti bajak laut itu.
Informasi nya mantap..terima kasih
BalasHapusKembali Kasih,,
HapusTerima Kasih sudah sudi berkunjung ke blog ini :)