Ritual Adat Antar Ajong Masyarakat Suku Sambas
SAMBASBORNEO - Antar Ajong adalah salah satu upacara adat tradisional yang secara turun temurun oleh masyarakat suku Sambas (Melayu Sambas) di Kabupaten Sambas tepatnya di Kecamatan Paloh dan Kecamatan Teluk Keramat untuk menanam padi yang dilaksanakan setiap tahun pada masa bercocok tanam tiba.
Suku Sambas (Melayu Sambas) adalah suku bangsa atau etnoreligius Muslim yang berbudaya melayu, berbahasa Melayu dan menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang dan sebagian kecil Kabupaten Pontianak- Kalimantan Barat. Suku Melayu Sambas terkadang juga disebut Suku Sambas, tetapi penamaan tersebut jarang digunakan oleh masyarakat setempat.
Secara linguistik Suku Sambas merupakan bagian dari rumpun Suku Dayak, khususnya dayak Melayik yang dituturkan oleh 3 suku Dayak : Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku Dayak adalah Kutai, Tidung dan Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara) serta Paser (rumpun Barito Raya).
Masayarakat setempat mempercayai ritual adat ini, aktivitas tersebut dapat membuat tanaman padinya terhindar dari serangan hama dan penyakit. Masyarakat sangat yakin bahwa segala wabah, hama, bencana, dan penyakit masing-masing mempunyai roh jahat yang menguasainya. Maka dari itu dengan adanya ritual Antar Ajong, roh-roh jahat itu dapat di taklukkan supaya tidak mengganggu masyarakat setempat.
Lokasi ritual tahunan ini bertempat di Pantai Tanah Hitam, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Dan waktu pelaksanaan Ritual Antar Ajong setiap pertengahan tahun, sekitar bulan Juni atau bulan Juli. Untuk
menentukan kapan Ritual Antar Ajong dimulai, ternyata tidak
sembarangan. Terlebih dahulu harus ada wangsit atau alamat yang diterima
oleh pawang dari alam gaib. Sampai sekarang, Antar Ajong masih diyakini
warga. Menurut Lihin, rata-rata masyarakat setempat masih berpatokan
kepada proses ini untuk memulai musim tanam, kecuali yang menggunakan
bibit unggul (padi tiga bulan).
Ritual adat ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan masih bertahan hingga sekarang. Antar Ajong sudah dilakukan masyarakat setempat jauh sebelum agama Islam datang ke Bumi Serambi Mekah Sambas dan masyarakat setempat masih memegang teguh agama leluhur yakni Hindu Kaharingan, bersamaan dengan Zaman Kerajaan Majapahit dan sebelum Kesultanan Sambas.
Antar Ajong bisa diartikan membuang atau melepaskan atau menghanyutkan sebuah replika perahu lancang kuning yang bernuansa warna kuning (warna khas Kesultanan Sambas) yang berukuran 1-2 meter yang berisi aneka jenis sesajian berupa hasil-hasil bumi ke laut lepas. Dengan mengumpulkan roh-roh jahat untuk kemudian mengirimnya pergi berlayar. Sebagai
kompensasi, warga memberikan bekal yang diperlukan roh itu selama
berlayar berupa "ratteh", beras kuning, garam, pisang, kelapa, kue
cucur, ketupat dan barang-barang keperluan lain yang dibutuhkan rumah
tangga.
Antar Ajong pemaknaannya dari dahulu hingga sekarang memiliki
pergeseran. Dan ini berarti dalam hal pemaknaan ritual telah mengalami
perkembangan, ada kemungkinan akibat pengaruh perkembangan zaman dan
paradigma masyarakat setempat. Selain itu, instansi pemerintah setempat
atas nama dinas Kombudpar (Komunikasi Budaya dan Pariwisata) Kabupaten Sambas ingin melestarikannya sebagai salah satu aset pariwisata daerah.
Ritual Antar
Ajong diawali dengan musyawarah dan permohonan doa, dilanjutkan dengan upacara "Besiak" di malam sebelumnya yang dipimpin oleh seorang pawang dan didampingi oleh Peradi (asisten pawang yang menjembatani komunikasi dengan roh). Upacara Besiak adalah sebuah kegiatan untuk menangkap roh-roh
jahat penguasa hal negatif guna dimasukkan ke dalam Ajong. Proses
penangkapan roh jahat tersebut juga dilakukan dengan menggunakan roh-roh
(baik) penguasa alam gaib di kawasan setempat yang merasuki pawang.
Dalam upacara Besiak ini, sebuah panggung kecil berdiri untuk tempat aneka keperluan upacara seperti kemenyan, bara api, "ratteh" (berondong dari ketan putih), beras kuning, kue cucur, telur, darram-darram, pelepah pinang, mayang pinang, pisang, dan lainnya.
Satu tong besar air yang sudah dicampur dengan berbagai jenis bunga-bungaan di depan para pawang. Air inilah yang nantinya akan digunakan masyarakat setempat untuk merendam benih padi sebelum ditanam.
Ketika
memanggil roh, peradi dan pawang bersahut-sahutan melantunkan syair dan
lagu khusus yang diiringi dengan pukulan gendang dan alat musik
lainnya. Sebelum syair habis dilantunkan, tiba-tiba, terjadi perubahan
pada sang pawang. Tubuhnya berkelojotan sesaat dan matanya nanar menatap
penonton. Itu diyakini sebagai pertanda bahwa tubuhnya telah disusupi
oleh roh. Peradi kemudian berkomunikasi dengannya dan menyatakan maksud
pemanggilan.
Roh baik yang datang itu diminta untuk "menangkap" roh-roh jahat dan memasukkannya ke dalam ajong. Pawang yang sudah dirasuki roh itu terkadang bertingkah aneh-aneh. Ada kalanya ia memanjat di atas atap rumah, pohon dan sebagainya. Setelah itu, ia akan mengelilingi ajong sambil menaburkan "ratteh" atau mengipasinya dengan mayang pinang. Biasa pula ia minta dihibur dulu dengan nyanyian dan tarian. Tak heran dalam prosesi ini, beberapa penari radat memang telah disiapkan.
Usai
acara hiburan dan setelah mendapatkan instruksi dari pawang, mereka
lalu memanggul ajong tersebut. Dengan aba-aba berupa shalawat nabi,
mereka berlari sejadi-jadinya menuju laut. Para penonton bersorak-sorai
melihatnya. Ajong didorong ke tengah melawan ombak. Mereka baru kembali
ke daratan setelah ajong dinilai aman berlayar.(RP)
Tidak ada komentar:
Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta
Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:
1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan