SEKILAS TENTANG BANGSA PERSIA
SAMBASBORNEO - Ketika berbicara mengenai Persia, segera
ingatan kita tertuju pada negara yang sekarang bernama Iran. Padahal
sebenarnya yang termasuk dalam etnis ini bukan hanya negara Iran saja,
walaupun memang mayoritas bangsa Persia berada di negara Iran, bangsa
Persia juga menjadi minoritas di negara-negara sekitar Iran, seperti Afganistan, Tajikistan, Uzbekistan, Amerika Serikat, Kuwait, Turki, Uni Emirat Arab, Irak dan juga beberapa negara di Timur Tengah.
Sebelum Islam datang dan menaklukkan
bangsa Persia, bangsa ini telah memiliki peradabannya sendiri. Kebesaran
bangsa ini bahkan dapat disamakan dengan kekaisaran Romawi pada saat
itu. mereka telah menikmati eksistensi mereka sebagai bangsa yang
berdiri sendiri selama berabad-abad, dan pernah mewakili sebuah kekuatan
militer yang terorganisir dengan baik, juga pernah berperang dengan
orang-orang Romawi selama lebih dari 400 tahun (Hitti, 2010: 198). Oleh
karena itu, untuk menaklukkannya pasukan Islam harus menghadapi
perlawanan yang sengit dari orang Persia.
Sejarah Persia
Etnis Persia adalah keturunan bangsa Arya
yang hijrah dari Asia Tengah ke Iran pada milenium kedua sebelum masehi
(SM). Bangsa Arya ini kemudian terpecah menjadi dua; bangsa Persia dan
bangsa Media[1].
Mereka kemudian berasimilasi dengan suku-suku setempat seperti
Proto-Iran dan peradaban Elam. Dari sini, lahirlah bahasa Persia dan
bahasa-bahasa Iran lain. Sumber sejarah tertulis pertama mengenai orang
Persia ini ialah prasasti Assyria (834 SM). Prasasti itu menerangkan
tentang orang Parsua (Persia) dan Muddai (Media). Saat itu, orang Asyur[2]
menggunakan istilah ‘Parsua’ untuk merujuk kepada suku-suku di Iran.
Kemudian orang Yunani mengadaptasikan istilah ini untuk merujuk pada
peradaban-peradaban dari Iran. Nama Iran mulai digunakan pada tahun 1935
saat Shah Reza Pahlavi, raja Iran meminta agar masyarakat internasional menggunakan istilah Iran. Istilah ini berarti Bumi Arya.
Kawasan Persia ini diperintah oleh
beberapa kerajaan yang membentuk kekaisaran-kekaisaran yang kuat. Di
antara kekaisaran-kekaisaran ini adalah kekaisaran Persia seperti
Akhemenid, Parthia, Sassania, Buwaihidah, dan Samania. Sassania adalah kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Persia kemudian ditaklukkan oleh bangsa Arab yang kemudian diikuti dengan Turki (Tentara Seljuk), Mongol, Inggris dan Rusia.
Walaupun mereka telah ditaklukkan oleh banyak negara, tetapi bangsa
Persia berhasil mempertahankan kebudayaan, bahasa, dan jati diri mereka
(Wikipedia).
Pada masa dinasti Safawiyah (Savavid)
(1502-1736), kebudayaan Persia kembali berkembang, terutama pada masa
pemerintahan Shah Abbas I. Sebagian sejarawan berpendapat bahawa negara
Iran modern didirikan oleh Kesultanan Safawiyah. Banyak kebudayaan Iran
pada hari ini berasal dari zaman pemerintahan Safawiyah termasuk
pengenalan aliran Syiah di Iran. Pada tahun 1979, sebuah Revolusi Iran yang dipimpin Ayatollah Khomeini mendirikan sebuah Republik Islam teokratis sehingga nama lengkap Iran saat ini adalah Republik Islam Iran (جمهوری اسلامی ایران).
Ciri-ciri Bangsa Persia
a. Watak dan Fisik
Bangsa Persia pada umumnya hidup nomaden.
Mereka tinggal di kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lainnya demi mencari rerumputan segar dan keadaan cuaca yang
lebih baik setiap tahun. Hal inilah yang membentuk watak bangsa Persia
menjadi keras, individualis, dan terkadang merampok sanak saudaranya
yang lebih beradab (Kedutaan Besar Iran, tt: 46).
Namun, dalam perkembangannya, bangsa
Persia mengalami kejemuan dalam menjalani kehidupan itu. Akhirnya mereka
hidup menetap dan bertani. Hidup di alam bebas dengan memperhatikan
kepemilikan di antara para pemukim, yeng kemudian membentuk kehidupan
bangsa Pesia menjadi bangsa yang berhati ikhlas, pemurah, dan suka
menjamu tamu. Di samping itu, bangsa Persia juga sangat mencintai ilmu
pengetahuan, yang pada akhirnya membawa bangsa ini menjadi bangsa yang
mandiri dan independen, tidak bergantung pada bangsa Arab yang mayoritas
menempati wilayah Timur Tengah. Mata pencaharian bangsa Persia kini—di
samping bertani—adalah berternak biri-biri dan kambing.
Secara fisik, mereka memiliki postur
tubuh yang tegap, besar dan tinggi, berambut keriting dan hidung
mancung. Warna kulit mereka merupakan perpaduan antara putih Eropa dan
kuning langsat Asia.
b. Bahasa
Bahasa yang digunakan bangsa Persia
adalah bahasa Persia sendiri, yang merupakan bahasa tertua di dunia,
termasuk jika dibandingkan dengan bahasa Arab. Bangsa Persia kini
tersebar di wilayah Iran dan sekitarnya. Karena itu, tidaklah
mengherankan jikalau bahasa Persia merupakan bahasa resmi Iran, juga
Afghanistan dan Tajikistan. Sementara itu, bahasa Turki, Kurdi, Arab,
Lori, Gilani, Mazandarani, dan Baluchi, merupakan bahasa setempat bangsa
minoritas yang mendiami wilayah Iran.
Bahasa ini terus berkembang, dan setelah
Islam memasuki tanah Persia, kurang lebih 40 persen kosakata bahasa
Persia telah terpengaruh oleh kosakata bahasa Arab. Selain itu unsur-unsur bahasa Yunani, bahasa Aram, bahasa Inggris dan bahasa Perancis serta sedikit Turki,
juga masuk ke dalam bahasa ini. Bahasa Persia ini terkenal karena
tradisi sastranya dan juga sastrawan-sastrawannya yang terkenal, di
antaranya ialah Hafez, Ferdowsi, Khayyam, Attar, Saadi, Nezami, Roudaki dan juga Rumi.
Dalam bahasa Persia terdapat banyak ragam
dialek dan varian yang tersebar dari Iran hingga semenanjung Khumzari
di Oman, di antaranya yakni: Bahasa Dari yang dituturkan di Afganistan, termasuk Hazaragi, dan Tajik yang dituturkan di Tajikistan, tapi menggunakan Huruf Sirilik.
c. Agama
Dalam sejarah, agama awal bangsa Persia
adalah agama Zoroaster, yaitu agama yang menyembah dua Tuhan dalam
kehidupannya; Deva dan Ahura, sebagai menifestasi dari kekuatan yang
baik dan kekuatan yang jahat.
Geiger, di dalam karyanya, Civilization of Eastern Iranians in Ancient Times,
menjelaskan bahwa Zoroaster mewarisi dua prinsip fundamentalis dari
leluhur suku Arya, yaitu (1) adanya hukum di dalam alam dan (2) adanya
konflik di dalam alam.
Agama Zoroaster ini mempunyai dua jenis
sekte, yakni Mani dan Mazdak. Sekte Mani adalah yang pertama kali
mengemukakan gagasan bahwa alam semesta disebabkan oleh kegiatan setan,
dan karenanya pada dasarnya alam itu adalah jahat. Adapun sekte Mazdak
mengajarkan bahwa keanekaragaman hal-hal bersumber dari campuran dua
prinsip yang abadi dan mandiri yang disebutnya Shid (terang) dan Tax
(gelap). Ajaran sekte ini berpendapat bahwa kenyataan percampuran terang
dengan gelap dan pemisahan akhir keduanya, benar-benar aksidental dan
sama sekali bukanlah hasil dari memilih. Tuhan, menurut Mazdak, memiliki
sensasi, dan mempunyai empat energi utama dalam kehadiran abadinya,
yaitu daya untuk membedakan, mengingat, mengerti, dan bahagia.
Menurut Mazdak, semua manusia adalah
sama, dan faham tentang milik perseorangan diperkenalkan oleh setan
jahat, yang tujuannya adalah mengubah jagad raya Tuhan ini menjadi arena
kesengsaraan tanpa akhir. Aspek ajaran Mazdak telah mengguncang
kesadaran Zoroaster, dan pada akhirnya mengakibatkan kehancuran para
pengikutnya, meskipun sang Tuhan telah membuat api kudus, dan bersaksi
bagi kebenaran misinya. (Iqbal, 1990: 42-45).
Aktivitas keagamaan bangsa Persia di Iran
saat ini didominasi oleh ajaran Islam dengan persentase 98,8%. Dari
hampir seratus persen itu, mayoritasnya adalah penganut mazhab Syi’ah
Imamiah. Adapun persentase agama-agama lainnya adalah sebagai berikut:
Kristen 0,8%, Yahudi 0,2%, dan Zaratustra 0,1% (Kedutaan Besar Iran;
58).
Tempat Tinggal Bangsa Persia
Mayoritas bangsa Persia
berdomisili di Iran. Selain itu, bangsa Persia juga menjadi minoritas
di beberapa negara lainnya, seperti Afganistan, Tajikistan, dan
Uzbekistan, bahkan Amerika Serikat, Kuwait, Turki, Uni Emirat Arab,
serta beberapa negara lainnya di Timur Tengah. Secara terperinci jumlah
bangsa Persia di setiap negara adalah sebagai berikut: Iran sebanyak
22.986.329 jiwa, Afghanistan 612.192 jiwa, Bahrain 94.460 jiwa,
Australia 27.095 jiwa, Austria 11.465 jiwa, dan Azerbaijan 1.160 jiwa.[3]
Keistimewaan Bangsa Persia
Dalam sejarah Islam, bangsa Persia
dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa
mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena itu, tidak mengherankan apabila
pada masa Kerajaan Safawiyah (1501-1736 M.) tradisi keilmuan ini terus
berlanjut.[4]
Ada beberapa ilmuwan yang terkenal dan begitu semangat dalam mencari
ilmu pengetahuan pada masa kerajaan ini, yaitu Baha al-Din al-Syaerazi,
seorang filsuf, dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad, yang selain
seorang filsuf, juga ahli sejarah, teologi, dan pernah mengadakan
observasi mengenai kehidupan lebah.
Bukti lain bahwa ilmu pengetahuan umum
telah berkembang pada Kerajaan Safawiyah (Persia) adalah bidang seni.
Kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur
bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada Masjid Shah yang dibangun
pada tahun 1611 M. dan Masjid Syaikh Luth Allah yang dibangun pada tahun
1603 M. Unsur keistimewaan lain terlihat pula pada kerajinan tangan,
keramik, karpet permadani, pakaian, hasil tenun, mode, tembikar, dan
benda seni lainnya. Selain dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan
lainnya, bidang politik dan militer juga jadi prioritas dari kelebihan
Kerajaan Safawi, yang telah memberikan kontribusi besar dalam mengisi
peradaban Islam.
Sejarah bangsa Iran dipenuhi oleh pasang
surut. Terkadang bangsa yang dikenal dengan nama Persia ini meraih
keberhasilan besar dan terkadang didera oleh berbagai kesulitan. Dengan
menyimak lembaran sejarah negeri Persia, tampak bahwa kesulitan sebesar
apa pun tak pernah berhasil menghancurkan peradaban bangsa ini. Para
sejarawan mengatakan, setiap kali ditimpa kemalangan besar, bangsa Iran
bangkit kembali dengan membangun peradaban yang baru. Tak heran jika
Prof. Arthur Poop, yang dikenal sebagai pakar Iranologi menyatakan bahwa
bangsa Iran adalah bangsa yang mampu mempertahankan peradabannya meski
ditimpa kesulitan besar. Keistimewaan seperti ini, menurut Profesor
Arthur, jarang ditemukan bandingannya pada bangsa-bangsa yang lain[5].
Salah satu kelebihan bangsa Iran adalah
mental besarnya untuk terus tegar dan bangkit setelah kehancuran. Setiap
bangsa yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi tempat dan
masa, pasti akan tersingkir dan selanjutnya hanya akan menjadi kenangan
sejarah. Sebaliknya bangsa yang bisa berjalan seiring dengan situasi dan
kondisi, akan terus eksis dan berjaya. Bangsa Iran adalah salah satu
bangsa yang memiliki kelebihan ini. Sejarah menceritakan bagaimana
bangsa Iran berhubungan dengan bangsa-bangsa lain semisal Arab, Turki,
Mongol, dan lainnya serta terus eksis dalam pergaulan itu.
Sejarah mencatat bahwa gerakan
kebangkitan ilmu pengetahuan di dunia Islam terjadi dimulai sejak abad
kedua Hijriyah, dan lantas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
peradaban Islam. Gerakan itu diwarnai dengan maraknya penerjemahan
buku-buku ilmiah dari berbagai bahasa asing semisal Pahlevi, Suryani,
India, dan lainnya ke dalam bahasa Arab. Kurang dari seratus tahun sejak
gerakan kebangkitan ilmu itu terjadi, umat Islam telah mencengangkan
bangsa-bangsa lain dengan munculnya ratusan ilmuan besar muslim. Banyak
yang bertanya-tanya dari mana kaum muslimin bisa mendahului
bangsa-bangsa lain dalam penguasaan ilmu dan sains, dalam kurun waktu
yang sangat singkat?
Mengenai pertanyaan tadi, banyak ahli
yang berusaha memberikan jawaban. Menurut mereka, salah satu faktor
keberhasilan ini adalah peran yang dimainkan oleh bangsa Iran. Misalnya
Ibnu Khaldun, Mas’udi dan George Zeydan, tiga sejarawan kenamaan
mengakui bahwa sebagian besar ilmuan dunia Islam berasal dari negeri
Persia. Peran bangsa Iran dalam membangun dan mengembangkan peradaban
dan kebudayaan Islam sangat besar.
Kebudayaan Arab lebih terbentuk pada
budaya percakapan. Bangsa Arab tempo dulu tidak banyak memberikan
perhatian pada masalah baca tulis, sehingga mereka tidak banyak
mengabadikan ilmu dalam bentuk tulisan. Bangsa ini terbiasa menyampaikan
ilmu-ilmu berharga mereka secara lisan. Masuknya Islam ke negeri Persia
memberikan warna lain pada budaya kaum muslimin. Bangsa Iran terbiasa
menulis apa-apa yang mereka ketahui dan mengembangkan setiap cabang
ilmu. Sebagai bagian dari kaum muslimin bangsa Iran mempelajari bahasa
Arab, dan setelah menguasainya, mereka mengembangkan bahasa ini.
Moqaddasi, pakar geografi abad ke-4 menuturkan bahwa dalam perjalanannya
ke berbagai negeri Islam dia menyaksikan penduduk Khurasan, kawasan
timur laut Iran, yang sangat fasih berbicara dengan bahasa Arab.
Al-Kitab yang merupakan salah
satu karya besar dalam bidang sharaf dan nahwu yang bahkan hingga kini
menjadi salah satu buku rujukan utama para pakar bahasa Arab, ditulis
oleh Sibawaih, yang ternyata berasal dari Iran. Sejak abad-abad pertama
hijriyah, banyak kata-kata Persia yang masuk ke dalam bahasa Arab, dan
sebaliknya, banyak ungkapan bahasa Arab yang masuk ke dalam bahasa
Persia.[6]
Kelebihan bangsa Persia ini bahkan diakui
oleh Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah kesempatan, beliau mengusapkan
kedua tangan beliau di kepala Salman al-Farisi, salah seorang sahabat
berkebangsaan Persia, lalu beliau bersabda, Hal ini menunjukkan
لَوْ كَانَ الْإِيمَانُ عِنْدَ الثُّرَيَّا لَنَالَهُ رِجَالٌ مِنْ هَؤُلاَءِ.
“Jika iman ada di atas bintang Tsurayya maka kaum itu (bangsa Persia) pasti akan dapat menggapainya juga.” (HR. Bukhari)[7]
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
bangsa Persia begitu tingginya sehingga hal-hal yang jauh di luar
jangkauan manusia pada umumnya pun dapat digapai. Dalam hadits yang lain
juga disebutkan bahwa Salman al-Farisi, sebelum menemukan Islam sebagai
agama yang diyakini dan dipeganginya secara erat, telah mengembara
hingga bertahun-tahun dalam mencari tuhan.[8]
Kelemahan Bangsa Persia
Setiap bangsa pasti memiliki keistimewaan
dan keutamaan yang membuatnya bertahan dan bahkan dapat membuatnya
lebih unggul dibanding bangsa-bangsa lainnya. Selain itu, setiap bangsa
juga pasti memiliki kelemahan yang jika diabaikan dapat menjadi sumber
kehancuran bangsa itu sendiri. Demikian pula bangsa Persia, penulis
mendapatkan beberapa kelemahan dari bangsa ini yang terkadang menjadi
sebab perselisihannya dengan bangsa-bangsa lainnya, di antaranya yaitu,
sifat fanatik. Bangsa Persia selalu beranggapan bahwa bangsa mereka
lebih unggul dibanding bangsa Arab. apalagi sejarah menyatakan bahwa
bahasa Persia merupakan bahasa tertua di dunia. Inilah yang menjadi
alasan bagi mereka untuk enggan menggunakan bahasa Arab dalam keseharian
mereka. Sifat fanatic ini juga lah yang membawa perseteruan panjang
antara Islam Sunni dan Syiah. Bangsa Persia yang mayoritas beraliran
Syiah ini terlalu fanatic terhadap apa yang diyakininya. Para penguasa
yang beraliran Syiah pun menjadikan aliran Islam Syiah ini sebagai agama
Negara dan bahkan memaksa para penganut aliran lain seperti Sunni untuk
masuk dalam aliran ini.
Selain itu, bangsa ini juga lebih bersifat introvert
atau tertutup dan tidak melihat bangsa lain seperti Arab sebagai bangsa
yang maju. Pandangan ini juga lah yang menjadi salah satu alasan bangsa
Persia tidak mau tunduk pada pemerintahan Arab. sejarah mencatat bahwa
Penaklukan Arab atas Persia menghabiskan waktu sekitar satu decade.
Pasukan Islam menerima perlawanan yang jauh lebih sengit dari pada
orang-orang Suriah.
Penutup
Bangsa Persia saat ini, yang terwakili
Iran, memang bukanlah bangsa yang terlihat unggul (baca: adikuasa) dalam
percaturan dunia. Namun, sejarah mencatat bahwa bangsa Persia pernah
menjadi salah satu bangsa dengan peradaban tingkat tinggi sehingga
menjadi bangsa yang disegani. Naik turun peradaban suatu bangsa, tidak
hanya Persia, memang dipengaruhi oleh faktor kelebihan dan kelemahan
yang dimiliki bangsa tersebut. Dengan mendayagunakan kelebihan yang
dimilikinya, Persia pun dapat menorehkan tinta emas sejarah. Hanya saja,
pada saat yang lain, kelemahannya terkadang harus membuatnya berjalan
di bawah keistimewaan bangsa lain.
Daftar Pustaka
Brigadier, Matthew Arnold. 1951. A History of Persia. London: Oxford Publishing.
Bukhari, Shahih. Maktabah Syamilah Vol II.
Hitti, Philip K. 2010. History of The Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Karim, M. Abdul. 2009. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Website:
http://wapedia.mobil/id/bangsa-persia, diakses pada tanggal 5 Oktober 2010.
http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&task=view&id=364&Itemid=32, diakses pada tanggal 6 Oktober 2010.
Ditulis oleh: AGUS HIDAYATULLOH, ECEP ISHAK FARIDUDDIN, FAWAD FADLURRAHMAN, JAYA PUTRA IRAWAN, KHOMISAH, NAJIHATUL MUMTAHANAH, NURUL AMALIYAH, WAHID JUMALI, YULAECHA FITRIYAH
Tidak ada komentar:
Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta
Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:
1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan