Rumah Lanting: Warisan Leluhur Suku Sambas Yang Hampir Hilang Keberadaannya

misterpangalayo.com - Apabila mendengar kata Rumah Lanting, banyak yang mengira rumah lanting hanya milik suku Banjar di Kalimantan Selatan. Padahal di daerah lain seperti di Palembang (Sumatera Selatan) juga memiliki rumah rakit tradisional tersebut dengan nama Rumah Rakit. Sedangkan di Kalimantan Barat hingga sekarang masih bisa ditemukan di Kota Sambas (Kabupaten Sambas) dan Kota Putusibau (Kapuas Hulu), sama halnya dengan di Kalimantan Selatan, sebutan untuk rumah rakit ini di Kalimantan Barat dinamakan Rumah Lanting.

Di Thailand juga bisa ditemukan rumah rakit tradisional ini, bahkan di Provinsi Bangka Belitung diklaim sebagai Rumah Adat Bangka Belitung yang mana rumah asli dengan atap berbentuk limas dan bertangga sehingga disebut rumah panggung limas. Tidak hanya bagi daerah dengan semboyan sepintu sedulang ini namun juga bagi provinsi Bangka Belitung.

Izinkan saya dikesempatan kali ini memaparkan eksistensi Rumah Lanting yang ada di bekas wilayah Kesultanan Sambas. Saya aplikasikan dari beberapa sumber yang ada dan dari pengalaman saya pribadi, kebetulan saya juga berasal dari Sambas.

Keberadaan Rumah Lanting di Sungai Sambas Kecil di Kota Sambas

Kota Sambas secara geografis terletak hampir di tengah-tengah wilayah Kabupaten Sambas, dan merupakan sebuah kecamatan  (lebih biasa) dipanggil oleh penduduk kabupaten sebagai Kota Sambas sekaligus ibukota Kabupaten Sambas serta merupakan bekas pusat pemerintahan Kesultanan Sambas tempo dulu. Kota Sambas terletak pada 1o11'20" - 10o24'48" LU dan 109o09'16" - 109o26'23" BT. Dengan luas 246,56 km2, wilayah kecamatan Sambas mencakup sekitar 0,64% dari wilayah kabupaten Sambas

Orang yang pertama membuka dan mengembangkan Kota Sambas adalah Sultan Muhammad Tajuddin I (Raden Bima, Sultan Sambas ke-2) yang pada sekitar tahun 1683 M memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Sambas dari Lubuk Madung ke Muare Ulakkan (persimpangan sungai sambas, sungai teberau dan sungai subah) yang kemudian berkembang menjadi Kota Sambas sekarang ini. Sehingga perkembangan kota ini berawal dari pusat Kesultanan Sambas yang dahulu berada persis di persimpangan alur Sungai Sambas Kecil, Sungai Teberau dan Sungai Subah.

Hal ini memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat Sambas di masa Kesultanan Sambas dalam pemanfaatan sungai sebagai prasarana transportasi. Salah satu sungai terbesar di Kabupaten Sambas adalah Sungai Sambas Besar yang bermuara di Tanjung Batu Pemangkat. Mengingat betapa strategisnya wilayah Sambas yang dikelilingi oleh gunung dan banyaknya sungai besar di wilayah itu.

Rumah Lanting (rumah rakit) adalah jenis rumah terapung yang banyak di dapati di pesisir Kalimantan, Sumatera, Malaka, Thailand dan daerah yang erat kaitannya dengan budaya sungai. Secara objektif, rumah lanting memiliki pondasi rakit mengapung terdiri dari susunan batang-batang pohon besar yang ikut oleng apabila ada gelombang yang dihasilkan oleh speedboat atau kapal yang hilir mudik di sungai.

Di Kalimantan Barat, khususnya di Sambas merupakan daerah yang banyak rawa dan dilewati oleh sungai-sungai besar, seperti Sungai Sambas Besar, Sungai Paloh, Sungai Bantanan, dan lain-lain. Masayarakat Sambas pun akrab dengan budaya sungai dan menyesuaikan diri dengan keadaan alam sekitarnya.

Oleh karena itu, masyarakat Kalimantan Barat khususnya Kabupaten Sambas dan Kabupaten Kapuas Hulu banyak tinggal di rumah lanting. Rumah ini ditempati oleh sebuah keluarga dengan kesehariannya seperti tidur, mandi, memasak, dan lain-lain.

Namun keberadaan rumah lanting di aliran Sungai Sambas Kecil ini semakin sulit ditemui, padahal ini merupakan ciri khas Kota Sambas yang wajib untuk di lestarikan. Rumah Lanting di Kota Sambas seharusnya bisa menjadi salah satu Landmark Kota Sambas. Karena berdasarkan nilai sejarahnya, rumah lanting Sambas ini merupakan cikal bakal pemukiman di Kota Sambas.

Ciri-ciri rumah lanting Suku Sambas (dan juga Suku Banjar, Kalimantan Selatan) :
  1. Bubungan memakai atap pelana
  2. Landasan pelampung supaya mengapung dengan tiga batang besar pokok kayu, di atasnya dipasang gelagar ulin untuk dasar bangunan 

Pada masa Kesultanan Sambas, perairan di Sambas pada umumnya banyak dipenuhi oleh rumah lanting yang disangga oleh balok-balok kayu utuh. Dewasa ini, keeksistensian rumah lanting di Kota Sambas sudah mulai ditinggalkan, kondisi ini disebabkan adanya sebuah perubahan dari pola orientasi dari sungai ke darat. Masyarakat modern lebih memilih tinggal di darat ketimbang di sungai. 

Tak dapat dipungkiri bahwa era globalisasi sangat berdampak dalam keberlangsungan produk budaya sungai ini, hingga lebih banyak masyarakat meninggalkan rumah lanting. Padahal rumah lanting di aliran Sungai Sambas ini merupakan lokalitas tradisi budaya masyarakat Sambas.

Penulis sangat berharap kepada pemerintah Kabupaten Sambas, untuk sadar sesadar-sadarnya akan arti penting keberadaan rumah lanting ini yang di anggap memiliki nilai penting bagi sejarah kehidupan Kota Sambas sehingga diperlukan sebuah upaya untuk dapat mempertahankan keberadaan rumah lanting tersebut. Rumah lanting yang berada di pinggiran sungai merupakan warisan kebudayaan yang harus dilestarikan sebagai warisan lintas generasi sebagai bukti  besarnya pengaruh nilai kebudayaan sungai

Tindakan Untuk Mempertahankan Eksistensi Rumah Lanting
 
Tujuan dari mempertahan eksistensi rumah lanting ini karena merupakan salah satu nilai penting sebagai pelestarian kebudayaan yang dimiliki masyarakat Sambas. Mungkin hal yang sederhana adalah penataan ulang pemukiman rumah lanting biar tidak terkesan jorok atau kumuh. Dengan tidak mengabaikan aspek kesehatan masyarakat, rumah lanting di tata ulang sedemian rupa dengan konsep ramah lingkungan. 

Di lain sisi, sebagai salah satu icon Kota Sambas, seharusnya pemkab Sambas berkerjasama dengan masyarakat untuk membangun rumah lanting tradisional Suku Melayu Sambas (Suku Sambas) berbasis budaya sungai. Ini bisa menarik wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung ke Sambas dan juga menambah tujuan destinasi unggulan Kabupaten Sambas.


Menurut UNESCO kegiatan konservasi dapat dilakukan melalui beberapa tindakan, diantaranya adalah :

  • Preservasi
    • kegiatan pemeliharaan bentukan fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat bentukan tersebut dari proses kerusakan. 
  • Restorasi 
    • kegiatan mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada kondis sebelumnya dengan menghilangkan tambahan-tambahan atau merakit kembali komponen eksisting tanpa menggunakan material baru.
  • Rekonstruksi
    • adalah kegiatan pemugaran untuk membangun kembali dan memperbaiki seakurat mungkin bangunan dan lingkungan yang hancur akibat bencana alam, bencana lainnya, rusak terbengkalai atau keharusan pindah lokasi karena salah satu sebab yang darurat, dengan menggunakan bahan yang tersisa atau terselamatkan dengan penambahan bahan bangunan baru dan menjadikan bangunan tersebut laik fungsi dan memenuhi persyaratan teknis. 
  • Konsolidasi
    • adalah merupakan suatu kegiatan pemugaran yang menitik beratkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah, secara umum agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi dan bangunan tetap laik fungsi.   
  • Revitalisasi 
    • merupakan kegiatan pemugaran yang bersasaran untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam pemanfaatan bangunan dan lingkungan cagar budaya dan dapat menjadi sebagai bagian dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah hilangnya aset-aset kota yang bernilai sejarah dikarenakan kawasan tersebut mengalami penurunan produktivitas



Masalah yang ada sekarang untuk keberadaan rumah lanting, adalah :
  • Keberadaan jamban (wc cemplung)
  • Buang sampah ke sungai
  • Penataan rumah lanting satu dengan rumah lanting lainnya tidak teratur hingga terkesan kumuh dan semberautan.

Dari ketiga masalah diatas, keberadaan jamban yang tidak sehat itu jelas mencemarkan kualitas air sungai Sambas, dimana 80% masyarakat Sambas ketergantungan air bersih dari sungai Sambas selain dari Danau Sebedang. Solusi untuk mengatasi jamban (wc cemplung) adalah dengan membangun fasilitas sanitasi yang baik seperti WC umum disekitaran pemukiman rumah lanting tersebut. 

Masalah kedua adalah ketidaksadaran masyarakat akan sampah-sampah yang mereka buang lewat kolong rumah itu sangat berdampak buruk untuk kualitas air sungai dan di musim penghujan tidak menutup kemungkinan akan terjadi banjir di hulu sungai. Solusi untuk masalah ini adalah dengan mengadakan penyuluhan dan sosialisasi dari instansi terkait untuk membentuk karakter masyarakat. 

Yang terakhir adalah penataan rumah lanting, dengan membuat standarisasi dalam membangun rumah lanting, hingga orang luar pun enak untuk memandang rumah yang tidak kumuh dan rapi serta mempunyai kemiripan yang sama.

Rumah Lanting sekarang eksistensinya telah redup, berbanding di masa Kesultanan Sambas jumlahnya sangat banyak dan mudah dijumpai sepanjang aliran sungai yang ada di Sambas. Sekarang banyak ditinggalkan dengan alasan pemandangan sungai yang terkesan kumuh dan jorok. Seharusnya kita jangan menyerah dengan alasan itu, kita harus mencari solusi atau jalan keluarnya bersama-sama. Kita sebagai generasi muda Kalimantan Barat harus melestarikan rumah terapung ini.

Andai saja Pemkab Sambas punya inisiatif dengan menata kembali rumah lanting (rumah terapung), seperti membuat perumahan seperti perumahan komplek yang di darat, hingga begitu akan terlihat rapi dan tertata rapi serta dipoles sedikit dengan arsitektur khas Melayu Sambas. 

Saya yakin ini akan menjadi landmark unggulan Kota Sambas yang akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke Bumi Sambas. Dan ini bisa mendulang ekonomi masyarakat Sambas dari bidang pariwisata, selain itu juga kita melestarikan warisan peradaban leluhur kita.

Bersama Kita Bisa, Bersama Kita Melestarikan Budaya Kita.


referensi:


RAHMAN,M. AULIA UR. 2014. PELESTARIAN RUMAH LANTING BERLANDASKAN BUDAYA SUNGAI MASYARAKAT KOTA BANJARMASIN. E-Journal Graduate Unpar. Volume 1 Nomor 2 ISSN: 2355-4274

SAMBAS, SAMBAS: https://id.wikipedia.org/wiki/Sambas,_Sambas diakses pada tanggal 27 November 2015. Sambas, Sambas, (online)

RUMAH LANTING: https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Lanting diakses pada tanggal 27 November 2015. Rumah Lanting, (online)





Tidak ada komentar:

Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta

Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:

1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan

Diberdayakan oleh Blogger.