Cerita Rakyat Kalbar: Asal Mula Nama Kalimantan
misterpangalayo.com - Asal-usul nama Kalimantan tidak begitu jelas. Banyak cerita yang berkembang mengenai asal muasal nama Kalimantan, terutama di internet yang menyebutkan kata Kalimantan terdiri atas dua suku kata, yaitu "kali" dan "mantan". Kali berasal dari Bahasa Jawa yang berarti sungai, sedangkan mantan berasal dari Bahasa Banjar, yaitu kata intan jumantan (intan berlian).
Sedangkan, menurut tradisi lisan yang berkembang ditengah-tengah masyarakat Dayak secara turun-temurun di bagian barat pulau Kalimantan menyebutkan bahwa penamaan pulau Kalimantan berasal dari nama pohon sejenis mangga lokal, sekaligus nama sebuah suku. Selain itu, di Kabupaten Sambas juga terdapat sebuah desa yang bernama Kalimantan.
Hal ini diperkuat juga oleh Crowfurd (Descriptive Dictionary of the Indian Islands, 1856), menuliskan bahwa pulau Borneo dinamakan oleh para penduduk aslinya Kalimantan. Kata itu adalah nama sejenis mangga. Jadi, pulau Kalimantan berarti pulau mangga. Crowfurd menambahkan keterangan bahwa nama itu berbau dongeng dan tidak populer.
Melalui tulisan di bawah ini, saya akan mencoba menceritakan kembali cerita rakyat mengenai Asal Mula Nama Kalimantan. Pada postingan sebelumnya, saya juga sudah publish artikel tentang Legenda Terbentuknya Pulau Kalimantan.
Pada zaman dahulu kala saat dimana Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Kalimantan masih menyatu dengan Semenanjung Asia atau yang lebih disebut dengan Paparan Sunda. Tatkala itu naiknya permukaan air laut laut masih melanda muka bumi. Bagian-bagian yang timbul di atas permukaan air hanyalah dataran tinggi, perbukitan dan gunung-gunung. Tersebutlah salah satu dataran tinggi ketika itu bernama Pulau Kujau.
Suatu ketika terdamparlah sebuah keluarga dari utara ke daratan tersebut yang diperintahkan oleh Raja Langit untuk mencari daerah pemukiman yang baru. Keluarga itu adalah sepasang suami istri Pukat Mengawan dan Sabang Mengulur beserta keenam anaknya yang masih kecil-kecil.
Sebelum sampai ke Pulau Kujau, banyak pulau dan daratan yang telah mereka singgahi, tapi akhirnya Pulau Kujau menjadi persinggahan terakhir. Karena pulau tersebut memiliki tanah yang subur dan hijau, serta hangat yang diakibatkan matahari lintas diatas kepala.
Hari demi hari telah mereka lewati di pulau tersebut. Ketentraman selalu dirasakan tanpa ada gangguan musim yang selalu berubah, dan tidak kekacauan akibat angin puting beliung. Persediaan makanan di hutan juga sangat melimpah karena bibit-bibit tanaman yang dibawa dari tanah asal mereka bisa tumbuh dengan subur. Diantaranya adalah sirih dan cabai yang memiliki pohon sebesar batang pinang. Demikian juga bibit asam klemantan (sejenis mangga, Mangifera) yang memiliki batang tinggi menjulang ke angkasa dan rasa buahnya yang manis berserabut kurang.
Bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya keenam anak Pukat Mengawan, naiknya permukaan air laut laut masih melanda muka bumi kala itu mulai berangsur surut. Pukat Mengawan pun berpesan kepada anak-anaknya, "Wahai anak-anakku, ketahuilah oleh kalian bahwa pulau ini berangsur menjadi bukit, dasar laut berubah menjadi daratan".
Kemudian ia melanjutkan, "Terutama kepada engkau berlima, Puyang Gana, Puyang Belawan, Puyang Tuban, Belang Pinggan, dan Buih Nasi, laksanakan tugas yang akan ku katakan. Karena kalian adalah laki-laki".
"Sebarlah bibit-bibit tanaman pada daratan yang kian meluas ini. Terutama biji buah klemantan, sebab ia cepat tumbuh dan menjadi besar,"tambahnya.
Kepada anaknya yang perempuan, Pukat Mengawan berkata, "Wahai si bungsu Putung Kempat, engkau tinggal di rumah sajalah untuk membantu ibumu. Peliharalah ladang kita yang telah ada."
"Baiklah ayahanda," jawab keenam anak-anak itu. Dan sejak itu berlangsunglah pekerjaan menanami daratan yang terus meluas dari hari ke hari.
Pulau Kujau bukan lagi hanya sebuah daratan, tapi ia telah tampak mencuat menjadi sebuah bukit. Kemudian Pukat Mengawan pun mengajak keluarganya segera pindah, untuk menempati bukit yang lebih rendah. Lalu bukit yang mereka tinggalkan diberi nama Bukit Kujau.
Sedangkan, daerah baru yang mereka tempati bernama Bukit Muncak, yang merupakan puncak dari rangkaian pegunungan Berangin. Batas antara lautan dan daratan yang semula masih tampak jelas dipandang dari perbukitan itu. Lambat laun kian kabur dan akhirnya hingga sekarang yang kelihatan hanyalah daratan luas semata.
Dari perbukitan itu, mengalirlah sumber mata air yang bersatu di daratan landai, menjadi Sungai Sepauk. Dan pada akhirnya, air dari sungai Sepauk inilah yang lambat laun menumpahkan airnya ke sungai yang lebih besar, yaitu Sungai Kapuas. Ketika air surut telah mencapai puncaknya, daratan Kujau telah menjadi luas.
Sesuai dengan perintah ayahnya, Puyang Gana bersaudara telah selesai pulau menanami daratan yang terbentuk itu. Mereka ada yang menyebar ke daerah menuju arah pesisir. Maka daratan yang telah mereka singgahi itu pun kian tumbuh menjulang pohon Asam klemantan yang memiliki buah dengan rasa manis.
Karena banyaknya pohon Asam Klemantan di daratan tersebut, akhirnya ia dinamakan "Pulau Klemantan" yang berarti pulau Mangga. Kemudian, para pemukim yang datang ke pulau tersebut dinamakan Orang Klemantan. Mereka inilah cikal bakal orang Dayak Klemantan, yang kemudian terpecah dan berpencar menjadi banyak anak suku.
Dewasa ini, ucapan Klemantan itu sendiri terpecah menjadi dua, yaitu Kemantan dan Kalimantan. Dimana, Kemantan untuk menamakan buah, dan Kalimantan untuk menamakan pulau yang banyak ditumbuhi oleh asam klemantan. Sedangkan, Klemantan tetap digunakan hingga sekarang untuk sebuah nama suku Dayak yaitu Dayak Klemantan.
Karena, banyaknya Dayak Klemantan yang telah berpencar-pencar akhirnya melahirkan sub suku Dayak. Rumpun Klemantan alias Kalimantan dibagi menjadi dua kelompok yaitu Dayak Kanayatn (dayak darat) dan Dayak Ketungau yang tersebar di Kalimantan Barat dan Sarawak.
Secara genelogi dan linguistik, termasuk juga Orang Klemantan yang kini beradat Melayu yang terkait dengan rumpun ini sebagai suku-suku yang berdiri sendiri yaitu Suku Sambas dan Suku Kedayan.
Suatu ketika terdamparlah sebuah keluarga dari utara ke daratan tersebut yang diperintahkan oleh Raja Langit untuk mencari daerah pemukiman yang baru. Keluarga itu adalah sepasang suami istri Pukat Mengawan dan Sabang Mengulur beserta keenam anaknya yang masih kecil-kecil.
Sebelum sampai ke Pulau Kujau, banyak pulau dan daratan yang telah mereka singgahi, tapi akhirnya Pulau Kujau menjadi persinggahan terakhir. Karena pulau tersebut memiliki tanah yang subur dan hijau, serta hangat yang diakibatkan matahari lintas diatas kepala.
Hari demi hari telah mereka lewati di pulau tersebut. Ketentraman selalu dirasakan tanpa ada gangguan musim yang selalu berubah, dan tidak kekacauan akibat angin puting beliung. Persediaan makanan di hutan juga sangat melimpah karena bibit-bibit tanaman yang dibawa dari tanah asal mereka bisa tumbuh dengan subur. Diantaranya adalah sirih dan cabai yang memiliki pohon sebesar batang pinang. Demikian juga bibit asam klemantan (sejenis mangga, Mangifera) yang memiliki batang tinggi menjulang ke angkasa dan rasa buahnya yang manis berserabut kurang.
Bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya keenam anak Pukat Mengawan, naiknya permukaan air laut laut masih melanda muka bumi kala itu mulai berangsur surut. Pukat Mengawan pun berpesan kepada anak-anaknya, "Wahai anak-anakku, ketahuilah oleh kalian bahwa pulau ini berangsur menjadi bukit, dasar laut berubah menjadi daratan".
Kemudian ia melanjutkan, "Terutama kepada engkau berlima, Puyang Gana, Puyang Belawan, Puyang Tuban, Belang Pinggan, dan Buih Nasi, laksanakan tugas yang akan ku katakan. Karena kalian adalah laki-laki".
"Sebarlah bibit-bibit tanaman pada daratan yang kian meluas ini. Terutama biji buah klemantan, sebab ia cepat tumbuh dan menjadi besar,"tambahnya.
Kepada anaknya yang perempuan, Pukat Mengawan berkata, "Wahai si bungsu Putung Kempat, engkau tinggal di rumah sajalah untuk membantu ibumu. Peliharalah ladang kita yang telah ada."
"Baiklah ayahanda," jawab keenam anak-anak itu. Dan sejak itu berlangsunglah pekerjaan menanami daratan yang terus meluas dari hari ke hari.
Pulau Kujau bukan lagi hanya sebuah daratan, tapi ia telah tampak mencuat menjadi sebuah bukit. Kemudian Pukat Mengawan pun mengajak keluarganya segera pindah, untuk menempati bukit yang lebih rendah. Lalu bukit yang mereka tinggalkan diberi nama Bukit Kujau.
Sedangkan, daerah baru yang mereka tempati bernama Bukit Muncak, yang merupakan puncak dari rangkaian pegunungan Berangin. Batas antara lautan dan daratan yang semula masih tampak jelas dipandang dari perbukitan itu. Lambat laun kian kabur dan akhirnya hingga sekarang yang kelihatan hanyalah daratan luas semata.
Dari perbukitan itu, mengalirlah sumber mata air yang bersatu di daratan landai, menjadi Sungai Sepauk. Dan pada akhirnya, air dari sungai Sepauk inilah yang lambat laun menumpahkan airnya ke sungai yang lebih besar, yaitu Sungai Kapuas. Ketika air surut telah mencapai puncaknya, daratan Kujau telah menjadi luas.
Sesuai dengan perintah ayahnya, Puyang Gana bersaudara telah selesai pulau menanami daratan yang terbentuk itu. Mereka ada yang menyebar ke daerah menuju arah pesisir. Maka daratan yang telah mereka singgahi itu pun kian tumbuh menjulang pohon Asam klemantan yang memiliki buah dengan rasa manis.
Karena banyaknya pohon Asam Klemantan di daratan tersebut, akhirnya ia dinamakan "Pulau Klemantan" yang berarti pulau Mangga. Kemudian, para pemukim yang datang ke pulau tersebut dinamakan Orang Klemantan. Mereka inilah cikal bakal orang Dayak Klemantan, yang kemudian terpecah dan berpencar menjadi banyak anak suku.
Dewasa ini, ucapan Klemantan itu sendiri terpecah menjadi dua, yaitu Kemantan dan Kalimantan. Dimana, Kemantan untuk menamakan buah, dan Kalimantan untuk menamakan pulau yang banyak ditumbuhi oleh asam klemantan. Sedangkan, Klemantan tetap digunakan hingga sekarang untuk sebuah nama suku Dayak yaitu Dayak Klemantan.
Karena, banyaknya Dayak Klemantan yang telah berpencar-pencar akhirnya melahirkan sub suku Dayak. Rumpun Klemantan alias Kalimantan dibagi menjadi dua kelompok yaitu Dayak Kanayatn (dayak darat) dan Dayak Ketungau yang tersebar di Kalimantan Barat dan Sarawak.
Secara genelogi dan linguistik, termasuk juga Orang Klemantan yang kini beradat Melayu yang terkait dengan rumpun ini sebagai suku-suku yang berdiri sendiri yaitu Suku Sambas dan Suku Kedayan.
baru tau ternyata artinya pulau Mangga
BalasHapusoh ternyata seperti ini makna dari Kalimantan, saya kira singkatan dari Kali = sungai, Mantan = bekas, Kalimantan = bekas sungai
BalasHapusMin, pinjam cerita nya buat dipentaskan di pontianak ya min, Terima kasih
BalasHapus