Perjalanan Singkat Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh
misterpangalayo.com - Pengeran Indra Mahkota adalah gelaran yang diberikan oleh Sultan Brunei kepada wakil sultan di tanah Sarawak. Hal ini bermula ketika terjadi kekosongan kekuasaan yang memerintah Kesultanan Sarawak, pasca mangkatnya Sultan Sarawak yang bergelar Sultan Ibrahim Ali Omar Shah atau yang lebih populer dengan sebutan Sultan Tengah atau Raja Tengah.
Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh || ilustrasi |
Sedangkan, Kesultanan Sambas dirintis pertama kalinya oleh Raja Tengah, ayah Raden Sulaiman sultan pertama Sambas, sekitar 1620 M. Raja tengah adalah anak keturunan Sultan Brunei. Istrinya Ratu Surya Kusuma adalah adik perempuan dari penguasa Kerajaan Sukadana (Mantan), Sultan Muhammad Tsafiuddin (Saiffuddin). Pada 10 Dzulhijjah 1040 H, sekitar 1630 M, dinobatkanlah Raden Sulaiman sebagai sultan pertama Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Tsafiuddin (I), mengambil gelar pamannya. Sejak saat itu berdirilah Kesultanan Sambas Alwatzhikoebillah.
Setelah Sultan Tengah wafat pada sekitar tahun 1657 M, karena situasi dan kondisi tertentu, Raden Sulaiman tidak diangkat menjadi Sultan Sarawak penerus ayahnya untuk meneruskan tahta Kesultanan Sarawak.
Wilayah Kesultanan Sambas dan Sarawak |
Namun, wilayah kedaulatan Kesultanan Sarawak itu kemudian dikembalikan ke pemerintahan Kesultanan Brunei yang kemudian oleh Sultan Brunei diangkat seorang Wakil Sultan Brunei di wilayah Sarawak itu dengan gelar Pangeran Indra Mahkota. Sehingga dengan demikian Sultan Tengah atau Raja Tengah itu adalah Sultan Sarawak yang pertama dan sekaligus sebagai Sultan Sarawak yang terakhir.
Muhammad Saleh adalah anak dari seorang Pangeran Brunei yang bernama Pangeran Sharifuddin yang lahir di Sambas. Karena berselisih dengan Sultan Brunei saat itu maka Pangeran Sharifuddin dan saudaranya (Pangeran Sherail) hijrah ke Kesultanan Sambas yaitu dimasa Sultan Sambas ke-5, Sultan Umar Akamaddin II. Keduanya pun dinikahkan dengan anak Sultan Umar Akamaddin II sehingga kedua digelar Pangeran di Kesultanan Sambas dimana Pangeran Sharifuddin mendapat gelar Pangeran Kesumayuda.
Dari pernikahan Pangeran Sharifuddin dengan anak Sultan Umar Akamaddin II itu, lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama Muhammad Saleh. Muhammad Saleh ini adalah seorang anak yang cerdas sehingga disekolahkan hingga ke Batavia (Jakarta) dan melanjutkan studinya di Belanda.
Sekitar tahun 1820, Sultan Brunei Sultan Muhammad Kanzul Alam meminta kepada Sultan Sambas agar Muhammad Saleh menetap di Kesultanan Brunei untuk membantu pemerintahan Sultan Brunei saat itu. Tujuh tahun kemudian Pengeran Indera Mahkota diberi tugas untuk bertindak sebagai kepala Pemerintahan atau Gubernur Sarawak yang mewakili Sultan Brunei.
Dia pertama kali mendirikan Kuching, di sebuah situs yang sebelumnya dikenal dengan nama Lidah Tanah. Lalu, Pangeran Kesumayuda merasa anaknya, Muhammad Saleh sudah mapan menjadi Pangeran Indra Mahkota, hijrahlah ia dari Kesultanan Sambas untuk mendampingi Muhammad Saleh memerintah di Sarawak hingga kemudian Pangeran Kesumayuda wafat disana.
Pada tahun 1834 M, seorang Saudagar yang juga mantan tentara Inggris yang bernama James Brooke datang ke Sarawak dan bertemu dengan Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh. Kedatangan James Brooke di tanah Sarawak untuk menjadi Seorang Raja Melayu dan menguasai utara tanah Borneo. Di tahun yang sama, Pengeran Muda Hashim juga tiba di sana untuk mencoba mengumpulkan pendapatan. Sultan yang berkuasa saat itu adalah Sultan Omar Ali Saifuddien II keponakan Pengeran Muda Hashim.
Kedatangan Pengeran Muda Hashim tidak diterima secara pribadi oleh Pengeran Indera Mahkota. Dia hanya mengirim petugasnya untuk menerima dia saat dia sendiri menunggu di istananya. Tindakan ini melukai perasaan Pengeran Muda Hashim dan dia menuduh Pengeran Indera Mahkota tidak menghormatinya, paman Sultan. Pembenaran Pengeran Indera Mahkota adalah bahwa karena dia ditunjuk oleh Sultan pasti dia berhak melakukan apa yang dia anggap benar. Sejak hari itu, konflik antara keduanya dimulai dan semakin buruk dengan kedatangan James Brooke
Dengan Pengeran Muda Hashim di Sarawak, Pemerintah Sarawak terbelah menjadi dua. Hal ini memunculkan situasi yang tidak nyaman di Sarawak. Selain itu, terjadi pertengkaran yang terus-menerus di antara orang Dayak. Pengeran Indera Mahkota adalah orang cerdas yang cukup berani menghadapi masalah. Ini bertentangan dengan pandangan yang dipegang oleh beberapa sejarawan barat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang tiran.
James Brooke |
James Brooke sendiri mengakui keunikan Pengiran Indera Mahkota, seperti yang telah dia catat dalam buku hariannya. Itu karena kelihaiannya bahwa dia tidak terpengaruh oleh James Brooke. Sebaliknya, James Brooke menganggapnya sebagai ancaman terhadap rencananya untuk mengambil alih Sarawak.
"Pendidikannya lebih banyak dihadiri daripada yang lain dari pangkatnya, dia membaca dan menulis bahasanya sendiri, dan sangat mengenal pemerintah, hukum, dan kebiasaan di Kalimantan."
"Musuh terbesar saya yang saya kenal adalah Mahkota, yang dengan beberapa orang terkemuka lainnya, menolak semua usaha saya untuk memenuhi (penempatan Muda Hashim) '." (Pada penundaan Muda Hashim untuk memenuhi janji tersebut, sebagian besar karena tekanan dari Pengiran Mahkota yang mungkin bisa melihat konsekuensi jangka panjangnya.)
Spenser St John, sekretaris pribadi Brooke yang kemudian bertindak sebagai Konsul Jenderal Inggris di Brunei, menganggap bahwa dia adalah 'orang paling berbakat yang saya temui di Borneo'.
"Pendidikannya lebih banyak dihadiri daripada yang lain dari pangkatnya, dia membaca dan menulis bahasanya sendiri, dan sangat mengenal pemerintah, hukum, dan kebiasaan di Kalimantan."
"Musuh terbesar saya yang saya kenal adalah Mahkota, yang dengan beberapa orang terkemuka lainnya, menolak semua usaha saya untuk memenuhi (penempatan Muda Hashim) '." (Pada penundaan Muda Hashim untuk memenuhi janji tersebut, sebagian besar karena tekanan dari Pengiran Mahkota yang mungkin bisa melihat konsekuensi jangka panjangnya.)
Spenser St John, sekretaris pribadi Brooke yang kemudian bertindak sebagai Konsul Jenderal Inggris di Brunei, menganggap bahwa dia adalah 'orang paling berbakat yang saya temui di Borneo'.
Muhammad Saleh pun mengetahui apa yang akan terjadi, terutama janji antara Pangeran Muda Hashim dan James Brooke (untuk menyerahkan Sarawak ke Brooke) sejatinya akan melemahkan Brunei. Muhammad Saleh tidak tinggal diam dan merencanakan untuk menyingkirkan James Brooke dari tanah Sarawak. Ia juga meyakinkan Pangeran Muda Hashim untuk menunda pemberian kekuasaan resmi kepada James Brooke yang menyebabkan Brooke menyerang istana kerajaan di Kuching dan mengancam untuk melepaskan semua meriam dan senjatanya kecuali jika dia dilantik menjadi Gubernur Sarawak menyingkirkan Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh.
Pemberontakan dari Kaum Bidayuh dan Melayu kepada Wakil Sultan |
Konon, pemberontakan ini berhubungan dengan pihak Kesultanan Sambas dan Kesultanan Brunei yang dipimpin oleh Pangeran Yusof. Tujuan dari pemberontakan ini adalah untuk mengembalikan tanah Sarawak kepada pihak Kesultanan Sambas dimana hal ini didasarkan pada pendapat bahwa Sultan Tengah itu menjadi Sultan Sarawak pertama adalah dengan pemberian tanah Sarawak dari Abangnya yaitu Sultan Abdul Jalilul Akbar kepada Sultan Tengah, jadi Sultan Tengah bukan perwakilan Sultan Brunei di Sarawak tetapi adalah sebuah Kerajaan yang berdiri sendiri.
Berdasarkan itulah maka kelompok ini menyatakan ketika Sultan Tengah wafat, semestinya pemerintahan Kesultanan Sarawak itu diberikan kepada keturunan dari Sultan Tengah tetapi setelah Sultan Tengah wafat pemerintah diambil alih oleh para Petinggi di Kesultanan Sarawak dan anak Sultan Tengah tidak diangkat sebagai Sultan selanjutnya hingga kemudian ditubuhkan Perwakilan Kesultanan Brunei di Sarawak dengan gelar Pengiran Indra Mahkota.
Namun, ada pendapat lain yaitu ide untuk mengobarkan pemberontakan ini berasal dari pihak Belanda dimana mereka pada saat itu mulai giat mempengaruhi pihak-pihak di Kesultanan Sambas yaitu sekitar tahun 1830 M (dimasa Sultan Sambas ke-10 yaitu Sultan Umar Akamaddin III). Pihak Belanda pada masa itu sedang bersaing hebat dengan pihak Inggris dalam memperebutkan pengaruh di Pulau Borneo ini dimana saat itu Belanda merasa sangat terganggu dengan pihak Inggris yang mulai membuat kedudukan di daerah Sarawak dan Belanda pun juga menginginkan wilayah Sarawak itu juga.
Maka sebagai langkah untuk merebut wilayah Sarawak itulah, pihak Belanda yang telah mempelajari sejarah Kesultanan Sambas termasuk hubungan Kesultanan Sambas dan Kesultanan Brunei, kemudian membuat strategi dengan memanfaatkan pihak-pihak Bangsawan Kesultanan Sambas dengan membuat sebuah gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan Perwakilan Kesultanan Brunei di Sarawak itu.
Karena berbagai permasalahan yang terjadi di tanah Sarawak saat masa pemerintahannya, Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh menjadi pihak yang dikambinghitamkan dan bertanggungjawab atas pemberontakan yang terjadi. Sejatinya, Pengeran Muhammad Saleh sama sekali tidak terlibat dalam pemberontakan ini justru menjadi pihak yang ditentang oleh pemberontakan ini.
Penilaian sebagian Bangsawan Kesultanan Brunei terhadap Pengeran Muhammad Saleh ini juga dikarenakan asal usul keterkaitan Pengeran Muhammad Saleh dengan Kesultanan Sambas. Maka ketika Pengeran Muda Hashim tiba di Sarawak untuk melihat permasalahan pemberontakan ini telah menunjukkan sikap yang tidak bersahabat dan penuh kecurigaan kepada Pengeran Muhammad Saleh.
James Brooke kemudian berhasil mendekati Pangeran Muda Hasyim yaitu seorang tangan kanan (kepercayaan) Sultan Brunei saat itu, Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh disingkirkan dan kemudian sebagai gantinya James Brooke diangkat oleh Sultan Brunei sebagai Gubernur di wilayah Sarawak itu pada tanggal 1 Agustus 1842.
Pengangkatan tersebut menyakiti perasaan Pengeran Indera Mahkota karena jabatannya sebagai Gubernur Sarawak belum dihapus. Mengingat ini Pengeran Indera Mahkota mengundurkan diri dari Sarawak. Dia pergi ke Batang Lupar dan dari sana dia melakukan perjalanan di sepanjang pantai Sarawak, akhirnya menetap di Mukah.
Pengeran Indera Mahkota tinggal beberapa lama di Mukah. Baru pada tahun 1845, ia kembali ke Brunei saat dipanggil oleh Pengeran Anak Abdul Momin, menantunya dan asisten Sultan Omar Ali Saifuddin II. Selama perjalanan ke Brunei, dia mulai menulis Syair Rakis dan setelah beberapa bulan di Brunei dia menyelesaikan karyanya. Satu salinan bukunya dipandu ke Sultan Omar Ali Saifuddien II dan satu lagi untuk Pengeran Anak Abdul Momin.
Karena Syair Rakis berisi berbagai macam nasehat, bimbingan dan pelajaran, banyak salinan asli yang dibuat. Salinan ini diberikan kepada para pemimpin untuk dibaca. Pada tahun 1852 Sultan Omar Ali Saifuddien II meninggal dunia dan Pengeran Anak Abdul Momin dinobatkan sebagai Sultan Brunei yang ke-24. Sultan Abdul Momin menganugerahkan gelar Pengeran Shahbandar kepada Pengeran Indera Mahkota, salah satu penghargaan tertinggi di Brunei saat itu.
Tidak ada komentar:
Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan kontak saya
+Email : raditmananta@gmail.com
+Twitter : @raditmananta
Tata Tertib Berkomentar di blog misterpangalayo:
1. Gunakan Gaya Tulisan yang Biasa-biasa Saja
2. Tidak Melakukan Komentar yang Sama Disetiap Postingan
3. Berkomentar Mengandung Unsur Sara Tidak di Anjurkan